Simalakama Mobil Murah

BPH Migas mengusulkan larangan penggunaan BBM bersubsidi diperluas hingga meliputi taksi, bus pariwisata, dan mobil mewah. AYOMI AMINDONI ERILAKU miskin koordinasi an tar instansi pemerintah telah men jadikan aturan mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) bagai buah simalakama. Pemerintah akan kesulitan menerapkan larangan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

“LCGC hanya menjadi kontrasolusi dari pengendalian konsumsi BBM. Kalau sekarang ada polemik, ini adalah buah yang harus dipetik pemerintah,” ujar pengamat energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin.
Komaidi menyatakan sedari awal kebijakan mobil murah yang diinisiasi pemerintah, secara logika tidak tepat saat mobil mewah saja masih diperbolehkan mengon sumsi BBM subsidi. Pasalnya, pembeli mobil murah merupakan konsumen dengan anggaran terbatas yang kurang mampu membeli BBM nonsubsidi.

Oleh karena itu, Komaidi pesimistis pemerintah dapat menerapkan larangan konsumsi BBM subsidi terhadap mobil murah. Meski hal itu mungkin dilakukan, implikasinya bisa buruk terhadap industri otomotif LCGC yang tengah mengeliat.
“Kalau ada regulasi yang melarang, sulit juga karena yang akan terpukul industri otomotifnya. Meski kalau dikeluarkan, po sitif juga,” cetus Komaidi.
Menteri Keuangan Chatib Basri telah menyurati Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat guna mempertanyakan efektivitas program LCGC dalam membantu menekan konsumsi BBM bersubsidi.

Pa salnya, penggunaan BBM nonsubsidi untuk LCGC adalah janji dari Kementerian Perindustrian.
Sebagai kompensasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan insentif berupa keringanan bea masuk komponen impor mobil LCGC termasuk pembebasan pajak penjualan barang mewah (PPnBM).

Menurut Chatib, Kemenkeu berkepentingan meminta evaluasi tentang capaian program LCGC. Bila nanti terbukti tidak sesuai aturan, ada opsi yang dipersiapkan.

Salah satunya adalah pencabutan insentif yang sebelumnya diberikan.Dalam menanggapi hal itu, Menperin mengaku masih kesulitan menentukan sanksi hukum bagi konsumen LCGC yang ke dapatan mengonsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubisidi.

Meski begitu, Hidayat mengungkapkan, pemerintah terus berusaha mencari aturan yang tidak menimbulkan perseli-sihan di masyarakat. Diakuinya, formula yang tepat sulit untuk dirumuskan.
“Kita sedang mencari aturannya sehingga tidak menimbulkan dispute dan itu yang belum ketemu,” ujar Hidayat.
Adapun Dirjen Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi Kemenperin Budi Dar madi kembali berkilah pemberian insentif dimaksudkan untuk membendung serbuan mobil impor dari Thailand.

“Kalau tidak dibuat, yang masuk barang Thailand, habis juga BBM-nya. Nah, kalau dikasih supaya mau buat mesin di sini, itu lebih mendasar untuk membuat suatu kemandirian. Saya sarankan tidak dihapus, investasi (LCGC) itu kan (pengembaliannya) 8 tahun,” tutur Budi.

Karut marut kebijakan mobil murah ditambah implementasi sistem pengawas an konsumsi BBM berbasis RFID yang terham bat, Komaidi memperkitakan kuota BBM bersubsidi tahun ini yang ditetapkan sebesar 48 juta kl akan jebol.
“Yang paling rasional adalah menambah kuota. Prediksi kami, kuota akhir tahun akan berkisar 50-52 juta kl,” tandasnya. (/MEDIA INDONESIA,26/03/2014,HAL : 17)