Alihkan Insentif Mobil Murah

Porsi wajib bahan bakar nabati dalam bensin akan dinaikkan dua kali lipat tahun depan. Saat ini porsi bioetanol minimal 0,5% untuk premium.

PEMERINTAH diminta mengalihkan insentif fiskal yang sekarang ini diberikan kepada mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/ LCGC) untuk produksi mobil hibrida. Dengan begitu, efek menekan konsumsi BBM lebih besar ketimbang memproduksi mobil murah yang masih saja mengonsumsi BBM subsidi.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengemukakan hal itu ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin. “Kalau sama-sama harus mengeluarkan insentif memang relatif lebih baik jika insentif diberikan ke mobil hibrida. Harapannya tentu ini jangan hanya wacana.” Pekan lalu, pemerintah melontarkan rencana kebijakan yang mewajibkan agen tunggal pemegang merek (ATPM) memproduksi mobil berbahan bakar ganda alias hibrida. Setiap mobil keluaran terbaru yang beredar di Tanah Air harus serta-merta dapat mengonsumsi BBM dan gas.

Menurut Pri, pemerintah sering gonta-ganti wacana dan tidak konsisten menjalankan kebijakan. Ia mencontohkan kebijakan LCGC berjalan tidak semestinya karena tidak dibarengi larangan konsumsi BBM subsidi.

Berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2013, LCGC akan memperoleh insentif bebas pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) asal memenuhi persyaratan konsumsi BBM. Rancangan ketentuan LCGC di antaranya konsumsi BBM untuk mesin 1.000 cc 22 km/liter, menggunakan BBM oktan 92 atau setara pertamax yang tidak disubsidi negara.

Vice President Director PT Hyundai Mobil Indonesia Mukiat Sutikno menyatakan pihaknya tidak mempermasalahkan pengelompokan kebijakan yang diterbitkan asalkan pemerintah memberi insentif menarik dan memastikan ketersediaan infrastruktur penunjang. “Infrastruktur paling utama. Sekalipun insentif menarik, infrastruktur enggak ada sama saja.” Mukiat membandingkan dengan infrastruktur pengisian gas di ‘Negeri Gajah Putih’ yang lebih pesat. Thailand memiliki sekitar 300 stasiun pengisian.

Selain kebijakan mobil hibrida, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menaikkan porsi wajib bioetanol dalam bensin sebanyak dua kali lipat tahun depan.

Saat ini 0,5% untuk bensin subsidi dan 1% untuk bensin nonsubsidi. Itu lebih sedikit ketimbang porsi wajib biodiesel untuk solar dan BBM diesel lainnya yang sebesar 10%.

Pemanfaatan bioetanol tidak seprogresif biodiesel lantaran harga bioetanol belum menarik bagi produsen bioetanol. Saat ini hanya bioetanol dipatok Rp7.300/liter, sedangkan biaya produksi mencapai Rp8.500/liter.

“Kami optimistis dengan harga bioetanol yang akan disepakati bersama Kemenkeu nanti, mandatory-nya akan jalan,“ kata Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana ketika dihubungi, kemarin. (Wib/E-1/MEDIA INDONESIA,01/04/2014, HAL:17)