Bergelut Sengit di Varian Tertinggi

Pembeli LMPV varian teratas kebanyakan ialah konsumen-konsumen ‘berpengalaman’, bukan para pembeli mobil pertama. Di pertengahan tahun ini, pasar otomotif Tanah Air diserang secara bertubi-tubi oleh kedatangan varian termewah dari berbagai mobil di segmen low multipurpose vehicle (LMPV).

LMPV yang relatif ‘rendah hati’ dari segi harga dan tampilan sesaat terkesan congkak berkat mereka.
Bagaimana tidak, LMPV, seperti juga kelas kelas low lainnya, kesohor dengan mobil-mobil berharga di bawah Rp200 juta.

Namun, tiga pabrikan bergantian merilis varian high-end dari LMPV mereka, Juni kemarin. ‘Serangan’ dimulai dari kehadiran Toyota Avanza Luxury, disusul Honda Mobilio RS, ditutup Nissan Grand Livina Highway Star Autech.

Tak hanya aksesori eksterior dan interior yang menjadi makin ‘sombong’. Harganya pun semakin mentereng hingga melebihi Rp200 juta. Toyota Avanza Luxury dibanderol di kisaran Rp184,6 juta-Rp209,7 juta. Saingannya, Mobilio RS, dilabeli Rp203,5 juta-Rp214 juta. Pada pemosisian yang lebih tinggi, ada Grand Livina Highway Star Autech dengan Rp242,4 juta.

Sebelum kehadiran tiga mobil itu, Suzuki sudah memulai sepak terjang melalui Ertiga Elegant pada September 2013. Harga jual Ertiga Elegant per Mei ini ada di seputar Rp203 juta. Selain itu, terdapat Chevrolet Spin Activ yang memasang harga relatif dekat dengan Ertiga Elegant.

Lantas, bagaimana prospek pasar tipetipe termewah dari segmen tergemuk di industri mobil Indonesia tersebut?

General Manager Strategi Pemasaran dan Komunikasi PT Nissan Motor Indonesia Budi Mur Mukmin mengatakan, berdasarkan survei internal, mayoritas konsumen di segmen ini sebenarnya masih akan memilih varian-varian yang lebih `umum' dengan harga jual di bawah Rp200 juta.

Varian tertinggi dibawa untuk menjawab kebutuhan ceruk konsumen dengan daya beli LMPV, tetapi memiliki cita rasa unik atau lebih tinggi.

“Mereka daya jangkaunya tetap terbatas, tapi tidak mau terlihat sama dengan lain, ingin ada varian yang berbeda dengan lain nya. Kalau Grand Livina normal, mungkin pembelinya di level manajer, yang varian premium senior manager,“ papar Budi ketika dihubungi Media Indonesia, Senin pekan ini.

Direktur Penjualan, Pemasaran, dan Pengembangan Jaringan Purnajual PT Suzuki Indomobil Sales Davy J Tuilan menjelaskan konsumen LMPV, baik di varian berharga di bawah maupun di atas Rp200 juta, dari aspek pengeluaran rumah tangga (household consumption expenditure/HCE), tidaklah jauh berbeda.

Mereka sama-sama memiliki HCE sekitar Rp9 juta per bulan.
“Di (pemasaran) mobil, selisih harga jual Rp50 juta dari sisi pendapatan dan daya beli konsumen tidak jauh berbeda,“ ujarnya di Jakarta, Selasa kemarin.

Dengan memanjangkan tenor cicilan dari dua menjadi tiga tahun, perbedaan harga yang harus dibayarkan konsumen menurut Davy hanyalah Rp500 ribu per bulan.

Masih soal karakteristik konsumen, Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor Rahmat Samulo mengungkapkan bahwa para pembeli LMPV varian teratas ialah konsumen-konsumen `berpengalaman'.

“Sebagian besar bukan first buyer, melainkan penambahan atau penggantian mobil. Entah membeli penuh atau tukar tambah,“ sebutnya.
Strategi pemasaran Davy melanjutkan, penajaman LMPV mewah pada Juni menjadi perwujudan dari strategi pemasaran yang sudah lumrah dilakukan dalam menjual sebuah model.

“Sudah jadi semacam strategi pemasaran umum bahwa merek-merek mobil di Indonesia pada waktu meluncurkan kendaraan akan memperkenalkan varian yang normal dulu. Baru setelah itu diluncurkan varian tertinggi,“ ucapnya.

Hal itu dilakukan demi mengambil ceruk konsumen unik yang menyukai model tertentu, tapi belum memutuskan membeli karena mengharap yang lebih. Varianvarian teratas itu, lontar Davy, dapat meningkatkan penjualan LMPV pabrikan sekitar 12%.
Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) sendiri memperlihatkan segmen LMPV tetap menjadi kontributor utama perkembangan pasar otomotif Indonesia dengan sumbangan penjualan 163.770 unit sepanjang Januari-Mei.

Besarnya `kue penjualan' LMPV ialah 30,8% dari total transaksi jual-beli roda empat nasional. Berapa proyeksi ceruk pasar LMPV-LMPV varian teratas di akhir tahun nanti?

“Menurut saya, paling sekitar 10% dari total LMPV. Ini sesuai karakter konsumen LMPV sendiri yang lihat kendaraan lebih ke fungsi ekonomis, kemudahan purnajualnya. Cenderung realistis,“ tutup Rahmat Samulo. (S-2) - Media Indonesia, 10 Juli 2014, Halaman 22/23